Museum Tak Lagi Sekadar Etalase Masa Lalu

Jakarta, denting.id – Di era disrupsi dan digitalisasi, museum dituntut lebih dari sekadar tempat menyimpan benda bersejarah. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan, museum kini harus menjadi pusat pembelajaran, ruang dialog, dan motor pembangunan berkelanjutan.

Hal ini disampaikan Fadli saat membuka forum SEA Museum Collaboration: Innovating Museum Public Program for a Rapidly Changing Society, dalam rangka memperingati Hari Museum Internasional 2025.

“Museum bukan hanya penjaga warisan, tetapi juga penggerak inklusi, edukasi, dan keberlanjutan di kawasan Asia Tenggara,” ujar Fadli dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (22/5).

SEA Museum Collaboration mempertemukan para pemangku kepentingan museum dari seluruh Asia Tenggara. Forum ini menjadi wadah untuk memperkuat kolaborasi dan inovasi, agar museum tetap relevan di tengah perubahan zaman—mulai dari krisis iklim hingga ledakan dunia digital.

Fadli menyoroti bahwa museum kini harus mampu menjawab kebutuhan lintas generasi, terutama generasi muda yang kini mendominasi pengunjung museum di Indonesia. Berdasarkan survei Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya 2025, 70 persen pengunjung museum berusia di bawah 35 tahun, dengan kelompok usia 18–24 sebagai yang terbanyak.

“Desain, kurasi, hingga komunikasi museum harus dirombak agar bisa menggugah ketertarikan generasi muda,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya museum berperan aktif menjawab isu-isu global, mulai dari kerusakan lingkungan hingga ketimpangan sosial. Museum tidak lagi bisa bersifat pasif, tetapi harus menjadi bagian dari solusi dan penggerak perubahan.

Sementara itu, First Secretary Kedutaan Besar Singapura Roystan Ang menambahkan bahwa kolaborasi lintas negara sangat penting di tengah tantangan yang kian kompleks.

“Forum ini menjadi platform bagi museum-museum di kawasan untuk bertukar ide dan perspektif, demi merancang masa depan yang lebih inklusif dan berdaya,” kata Roystan.