KPK Dalami TPPU Rp60 Miliar Eks Mentan SYL, Terkait Proyek Asam Semut di Kementan

Jakarta, Denting.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret nama eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Salah satu sumber dana yang disorot berasal dari proyek pengadaan sarana fasilitasi pengolahan karet atau asam semut (asam formiat) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) periode 2021–2023.

“Ya, KPK masih mendalami keterkaitan antara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uangnya,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (30/5/2025).

Menurut Budi, pendalaman ini penting untuk membangun konstruksi perkara secara menyeluruh. Ia menyebut dugaan pencucian uang SYL harus dikaitkan secara utuh dengan proyek pengadaan yang menjadi objek korupsi.

Temuan ini mencuat usai pemeriksaan dua saksi yang merupakan mantan anak buah SYL. Mereka adalah Issusilaningtyas Uswatun Hasanah, Plt. Kepala Bagian Umum Sesditjen Hortikultura sekaligus Kepala Tata Usaha Direktorat Perbenihan 2023, serta R. Yana Mulyana Indriyana, Kepala Tata Usaha Direktorat Sayuran 2023. Keduanya diperiksa terkait aliran dana dan proses pengadaan proyek asam formiat.

Berdasarkan informasi dari mantan Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, nilai dugaan pencucian uang dalam perkara ini mencapai sekitar Rp60 miliar.

“Ini menjadi substansi pokok perkara gratifikasi dan TPPU, kurang lebih sekitar Rp60-an miliar,” jelas Ali kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/5/2024).

Satu Tersangka, Delapan Dicegah ke Luar Negeri

KPK telah menetapkan satu tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan asam semut tersebut. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sudah diterbitkan sejak 13 November 2024. Namun, KPK belum mengungkap identitas tersangka.

“Nama dan jabatan tersangka belum dapat disampaikan saat ini karena proses penyidikan masih berjalan,” ujar eks Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Selasa (3/12/2024).

Sebagai langkah antisipasi, KPK juga telah mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap delapan WNI, termasuk Rosy Indra Saputra, mantan Direktur PT Sintas Kurama Perdana — perusahaan yang diduga menjadi pelaksana proyek mark-up.

Tessa menyebut, pencegahan berlaku sejak 19 November 2024 dan mencakup pihak dari swasta hingga pegawai negeri sipil (PNS).

Modus Mark-Up hingga Potensi Kerugian Rp75 Miliar

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa modus utama dalam proyek ini adalah penggelembungan harga (mark-up) terhadap pembelian asam formiat, bahan kimia yang digunakan untuk mengentalkan getah karet.

“Harga yang seharusnya Rp10 ribu bisa melonjak jadi Rp50 ribu per liter. Itu yang sedang kami telusuri,” jelas Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/11/2024).

KPK memperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp75 miliar, angka yang bisa bertambah seiring penghitungan kerugian dan pendalaman lanjutan. Sejumlah barang bukti berupa uang tunai, dokumen penting, dan barang elektronik telah diamankan dari penggeledahan di beberapa lokasi yang dirahasiakan.

Rosy Indra Saputra turut diperiksa terkait dugaan pengaturan lelang proyek pengadaan sarana pengolahan karet. Ia dimintai keterangan tentang proses lelang dan keterlibatannya dalam dugaan manipulasi pengadaan tersebut.

SYL Sudah Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin

Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi yang lebih dulu diproses, Syahrul Yasin Limpo telah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 12 Maret 2025. SYL divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp44 miliar dan US$30.000.

“Pada 25 Maret lalu, KPK telah melakukan eksekusi pidana badan terhadap terpidana SYL di Sukamiskin,” ujar Budi Prasetyo, Rabu (14/5/2025).

Baca juga : Wakil Ketua KPK Usulkan Penyelidik dan Penyidik Wajib S-1 Hukum dalam RUU KUHAP

Kasus SYL menjadi salah satu perkara korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi negara, dengan rangkaian dugaan kejahatan mulai dari pemerasan, gratifikasi, hingga pencucian uang yang kini masih terus didalami oleh KPK.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *