Bogor, Denting.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dinilai akan menjadi titik balik penting dalam sistem hukum asuransi di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, ahli hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), dalam diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Bogor, Rabu (25/6/2025).
Menurut Hendri, putusan tersebut membuka ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk menggugat pembatalan polis asuransi yang dilakukan sepihak oleh perusahaan. Namun, hal ini juga berpotensi menimbulkan lonjakan sengketa hukum di sektor asuransi yang membutuhkan penanganan khusus.
### Lembaga Khusus Sengketa Asuransi Mendesak Dibentuk
“Dengan adanya putusan MK, saya rasa sangat perlu untuk membentuk lembaga khusus yang menangani gugatan asuransi. Seperti halnya di sektor industri, perlu sistem peradilan spesialis yang adil dan efisien,” tegas Hendri.
Ia menilai bahwa pengadilan umum kerap kali tidak efektif dalam menyelesaikan perkara asuransi karena kompleksitas substansi dan kurangnya pemahaman teknis dari para hakim.
### Pengalaman Langsung: Hakim Kesulitan Pahami Gugatan Asuransi
Dalam diskusi tersebut, Hendri membagikan pengalamannya sebagai saksi ahli dalam sidang perkara asuransi. Ia menyebutkan ada hakim yang secara langsung mengaku kesulitan memahami konteks gugatan karena pengalaman pribadi dalam mengurus klaim asuransi.
“Saya pernah diminta menjelaskan oleh hakim tentang gugatan pemohon karena beliau sendiri pernah kesulitan klaim asuransi,” ujarnya.
Hendri menambahkan bahwa jika administrasi lengkap, proses klaim sebenarnya bisa sangat sederhana. Ia mencontohkan kasus asuransi HP anaknya yang langsung diganti dengan unit baru karena tipe lama sudah tidak tersedia.
### Dorongan Perbaikan Kontrak dan Penguatan Jalur Arbitrase
Selain usulan lembaga khusus, Hendri juga menekankan pentingnya perbaikan dalam penulisan kontrak polis asuransi agar lebih mudah dipahami nasabah. Ia menyarankan perusahaan asuransi untuk memperluas penggunaan mekanisme arbitrase sebagai jalur penyelesaian sengketa yang lebih cepat dibanding proses litigasi.
“Kalau ada perselisihan, sebaiknya dibawa ke arbitrase. Menghindari proses hukum umum yang bisa berlarut-larut dan merugikan kedua belah pihak,” ungkapnya.
### Hendri Jayadi sebagai Ahli dalam Sidang MK
Sebelumnya, Hendri juga hadir sebagai saksi ahli dalam sidang uji materi Pasal 251 KUHD di Mahkamah Konstitusi (Perkara No. 83/PUU-XXII/2024). Ia menyatakan bahwa ketentuan tersebut menimbulkan ketimpangan antara penanggung dan tertanggung, karena memberi ruang bagi perusahaan untuk membatalkan polis secara sepihak.
“Kalau pasal ini dipertahankan, posisi perusahaan asuransi terlalu dominan. Ini tidak adil bagi konsumen,” tegasnya di hadapan majelis hakim MK.
Dengan bergulirnya putusan ini, Hendri berharap pembaruan sistem hukum asuransi Indonesia dapat segera dilakukan, termasuk pembentukan lembaga penyelesaian sengketa yang khusus, adil, dan mudah diakses oleh masyarakat.