Jakarta, Denting.id – Wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang tersangka menggunakan masker saat ditampilkan dalam konferensi pers menuai pro dan kontra. Sejumlah akademisi dan aktivis antikorupsi menilai kebijakan tersebut perlu dikaji ulang agar tidak mengabaikan prinsip hukum.
Direktur Pusat Studi Antikorupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, memandang wacana itu tidak substansial dalam upaya penegakan hukum.
“Karena sebetulnya ini tidak perlu diatur secara spesifik,” kata Satria kepada wartawan, Minggu (13/7/2025).
Ia mengingatkan KPK untuk mempertimbangkan asas praduga tak bersalah sebelum memberlakukan aturan larangan bermasker. Menurutnya, kecenderungan saat ini justru memperlihatkan bahwa penegak hukum sering mengabaikan prinsip tersebut begitu tersangka ditetapkan.
Meski demikian, Satria tak memungkiri bahwa kasus korupsi sebagai kejahatan luar biasa memang memerlukan tindakan hukum yang luar biasa, termasuk mengekspos wajah tersangka. Namun ia menilai, KPK seharusnya fokus pada hal yang lebih substansial.
“Hanya permukaan semata. Kalau ekspos jaringan kejahatan atau jaringan kekuasaan ini jauh lebih penting,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua IM57+ Lakso Anindito menyebut fenomena tersangka menutupi wajah dengan masker sebagai bentuk rasa malu. Ia menilai efek malu tersebut justru harus dipertahankan agar ada efek jera.
“Kalau mau melarang bermasker, itu cukup diatur sebagai standar kebijakan internal KPK, tidak perlu masuk ke KUHAP. Agak berlebihan kalau sampai diatur di sana,” ujar Lakso.
Berbeda dengan keduanya, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman tegas menolak wacana tersebut. Ia bahkan mengkritik praktik KPK yang menjajarkan tersangka ke publik sejak era kepemimpinan Firli Bahuri.
“Tersangka berbeda dengan terpidana. Mereka punya hak praduga tak bersalah serta hak untuk dijaga harkat, martabat, dan kehormatannya,” kata Zaenur.
Ia menegaskan, pembuktian kasus sebaiknya dilakukan di pengadilan, bukan di konferensi pers. “Segera ajukan ke meja sidang. Nanti semua akan terbuka di sana untuk publik,” imbuhnya.
Baca juga : KPK Setor PNBP Rp 402,61 Miliar ke Kas Negara, Ajukan Tambahan Anggaran Rp 1,34 Triliun untuk 2026
Wacana ini kini menjadi sorotan publik, di tengah upaya KPK memperbaiki citra dan memperkuat strategi pemberantasan korupsi.