Bogor, Denting.id – Puluhan aktivis berbusana serba hitam menggelar Aksi Kamisan di pelataran Tugu Kujang, Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Kamis (4/9/2025) sore. Mereka berdiri membentuk barisan rapi, membawa bunga, poster wajah korban kekerasan negara, serta payung hitam sebagai simbol duka dan perlawanan senyap terhadap menyempitnya ruang sipil di Indonesia.
Aksi ini digelar sebagai respons atas tragedi 28 Agustus 2025, ketika seorang pengemudi ojek online (ojol) tewas setelah dilindas kendaraan taktis aparat saat demonstrasi. Peristiwa itu memicu kembali kritik keras terhadap tindakan represif negara.
“Kami berdiri di sini dalam diam, tapi suara kami jelas: menuntut pertanggungjawaban negara atas kekerasan yang terus berulang,” ujar salah satu peserta aksi.
Tanpa teriakan lantang, aksi ini tetap menarik perhatian warga yang melintas. Kesenyapan yang ditampilkan justru menyampaikan pesan kuat: rakyat tidak lupa dan tidak akan diam.
Dalam pernyataan sikap, peserta membacakan Sepuluh Tuntutan Rakyat (Sepultura), di antaranya:
1. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan di berbagai wilayah Indonesia.
2. Presiden dan Kapolri bertanggung jawab penuh atas kekerasan aparat.
3. Hentikan sikap represif dan brutal dalam penanganan demonstrasi.
4. Copot Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang gagal mereformasi Polri.
5. Bentuk tim independen untuk menyelidiki tragedi 28 Agustus 2025 dan pelanggaran HAM lainnya.
6. Tindak tegas anggota DPR RI yang memicu kemarahan publik dan mencederai etika demokrasi.
7. Penuhi tuntutan demonstran, termasuk pembatalan R-KUHAP, perlindungan lingkungan, masyarakat adat, dan kebijakan ekonomi yang adil.
8. TNI menahan diri dan tidak mencampuri urusan sipil.
9. Komnas HAM aktif menyelidiki pelanggaran HAM serius dan mengawasi pembatasan kebebasan berekspresi.
10. Bubarkan Kementerian HAM yang dinilai gagal menjalankan mandat perlindungan HAM.
Aksi Kamisan juga merilis catatan setahun terakhir (Juli 2024–Juni 2025), di mana tercatat 55 warga tewas akibat kekerasan aparat: 10 karena penyiksaan, 37 akibat pembunuhan di luar hukum, dan 8 karena salah tangkap. Nama-nama korban seperti Gamma di Semarang dan Afif Maulana di Padang disebut sebagai bukti bahwa kekerasan negara masih berlangsung hingga hari ini.
Baca juga : Bupati Rudy Susmanto: Pemkab Bogor Terbuka Terima Aspirasi Masyarakat Secara Damai
“Negara tak boleh terus bersembunyi di balik seragam dan senjata. Ini bukan lagi insiden, tapi kejahatan negara,” tegas salah satu peserta sembari membacakan nama korban.
Aksi ditutup dengan mengheningkan cipta dan pembacaan kutipan perjuangan. Pesannya jelas: rakyat akan terus berdiri, bahkan dalam diam.