Jakarta, Denting.id – Skandal dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menelusuri aliran dana kasus tersebut ke sebuah organisasi keagamaan besar. Dalam spekulasi publik, nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ikut terseret.
Keseriusan KPK ditunjukkan dengan kemungkinan pemanggilan pimpinan ormas terkait untuk dimintai keterangan.
Di tengah menguatnya isu ini, suara lantang datang dari internal nahdliyin. KH Marzuki Mustamar, pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang sekaligus mantan Ketua PWNU Jawa Timur, menegaskan dukungan penuh terhadap langkah KPK. Baginya, kebersihan dan nama baik NU lebih penting daripada melindungi segelintir oknum.
“Kalau KPK jadzab terus siapapun yang salah diangkut, angkut saja. Siapapun yang salah angkut saja,” tegasnya dalam diskusi di kanal Youtube KBN Nusantara.
Menurut Kiai Marzuki, citra NU sebagai organisasi warisan KH Hasyim Asy’ari harus dijaga agar tidak tercoreng. Ia mengingatkan, jika ada oknum yang dilindungi, kepercayaan masyarakat terhadap NU akan terkikis.
“Daripada tetap ada (orang) itu, toh masyarakat bisa ngehack dan nanti tetap ketahuan, ternyata fulan dapat tapi gak ditangkap, kepercayaan kepada NU turun lagi,” ujarnya.
Ia menambahkan, menjaga kepercayaan publik merupakan kunci agar akidah Ahlussunah Waljamaah tetap menjadi pedoman umat muslim Indonesia, sekaligus menjaga komitmen kebangsaan terhadap NKRI dan Pancasila.
“Kalau yang mengisi akidahnya orang lain, bisa anti Pancasila. Saya ingin NU besar lagi, makanya yang mengisi (PBNU) harus bersih, kredibel, kapasitasnya OK,” tegasnya.
Kerugian Negara Rp1 Triliun, Mantan Menag Dicegah ke Luar Negeri
KPK secara resmi mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi haji ini pada 9 Agustus 2025, hanya dua hari setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Dua hari berselang, KPK mengungkap temuan awal kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Sebagai langkah hukum, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut. Pencegahan ini menandakan adanya dugaan keterlibatan serius dari pejabat tinggi Kementerian Agama saat itu.
Skandal ini juga menjadi sorotan DPR RI. Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji sebelumnya menemukan kejanggalan dalam alokasi 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi pada 2024. Kuota tersebut dibagi dengan rasio 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus.
Baca juga : KPK Gelar Lelang Barang Rampasan Koruptor, Tanah Rp60,7 Miliar hingga Kemeja Rp5.700
Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 dengan jelas menyebutkan bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sementara 92 persen sisanya diperuntukkan bagi jemaah reguler. Pelanggaran aturan inilah yang diduga menjadi pintu masuk praktik korupsi hingga menimbulkan kerugian negara masif.