KPK Dalami Dugaan Korupsi Kuota Haji, Periksa Lima Biro Travel

Jakarta, Denting.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami alasan beragamnya jatah kuota haji khusus yang diperoleh setiap biro travel penyelenggara ibadah haji dan umrah.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut pihaknya tengah menyelidiki potensi adanya aliran dana dalam proses pembagian kuota tersebut.

“Ada yang relatif banyak, dan ada yang relatif sedikit. Nah, soal itu didalami semuanya,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Selain itu, menurut Budi, penyidik juga menelisik mekanisme biro perjalanan haji mendapatkan kuota khusus. “Bagaimana proses mendapatkan kuota itu? Bagaimana adanya dugaan aliran dari para biro perjalanan ibadah haji ini kepada pihak-pihak atau oknum di Kemenag (Kementerian Agama)? Nah itu juga didalami,” katanya.

Pada Selasa (23/9/2025), KPK memeriksa lima saksi dari biro perjalanan haji di Polda Jawa Timur. Mereka adalah:

Muhammad Rasyid (Direktur Utama PT Saudaraku)

RBM Ali Jaelani (Bagian Operasional Haji PT Menara Suci Sejahtera)

Siti Roobiah Zalfaa (Direktur PT Al-Andalus Nusantara Travel)

Zainal Abidin (Direktur PT Andromeda Atria Wisata)

Affif (Direktur PT Dzikra Az Zumar Wisata).

Kasus ini berkaitan dengan dugaan penyelewengan penentuan kuota haji tahun 2023–2024 di Kemenag pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan adanya penyimpangan dalam pembagian tambahan 20.000 kuota haji dari pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2019, kuota haji khusus seharusnya hanya delapan persen, sementara reguler sebesar 92 persen.

“Artinya, dari tambahan 20.000 kuota, seharusnya 18.400 untuk reguler dan 1.600 untuk khusus. Tetapi kemudian ini tidak sesuai. Itu yang menjadi perbuatan melawan hukum,” tegas Asep.

Menurutnya, Kemenag justru membagi kuota tambahan tersebut menjadi dua bagian sama rata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Baca juga : PN Jaksel Tolak Praperadilan, KPK Lanjutkan Kasus Dugaan Korupsi Bansos

“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan delapan persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” ujarnya.

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *