Bogor, Denting.id – Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU) Kota Bogor meminta agar program peremajaan angkutan kota (angkot) dan penerapan batas usia teknis kendaraan ditunda. Mereka menilai kebijakan tersebut berpotensi menghilangkan mata pencaharian para sopir dan pengusaha angkot, yang dikhawatirkan dapat memicu meningkatnya angka pengangguran baru.
Permintaan itu disampaikan KKSU saat audiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Denny Mulyadi, pada Selasa (30/9/2025).
Namun, Pemkot Bogor menegaskan tetap berkomitmen melaksanakan amanat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2023 yang sudah mengalami tiga kali perubahan. Salah satunya adalah ketentuan batas usia angkot yang kini diperpanjang dari 10 tahun menjadi 20 tahun.
“Kami sedang mengimplementasikan amanat Perda Nomor 8 Tahun 2023 yang sudah tiga kali direvisi. Awalnya 10 tahun, kini menjadi 20 tahun terhitung sejak 2023. Artinya, sudah ada masa toleransi yang diatur,” jelas Denny, Rabu (1/10/2025).
Dengan aturan itu, penghapusan angkot berusia di atas 20 tahun akan diberlakukan mulai 1 Januari 2026.
“Kami menerima aspirasi mereka, tetapi aturan tetap harus dijalankan. Bahkan sebenarnya ada toleransi satu sampai dua tahun. Intinya, ini untuk meningkatkan layanan transportasi publik,” tegasnya.
Menurut data, terdapat sekitar 1.940 unit angkot yang akan terdampak program rerouting di seluruh trayek Kota Bogor. Denny menambahkan, Pemkot Bogor telah menyiapkan solusi agar para sopir tidak kehilangan pekerjaan, salah satunya dengan merekrut mereka sebagai pengemudi BisKita Transpakuan.
“Mereka khawatir kehilangan pekerjaan dan itu wajar. Tapi pemerintah sudah menyiapkan opsi lain, seperti peluang menjadi pengemudi Biskita. Jadi ada alternatif yang bisa difasilitasi,” ujarnya.
Denny menegaskan, perubahan sistem transportasi melalui program Buy the Service (BTS) merupakan bagian dari upaya Pemkot Bogor mengurai kemacetan dan menghadirkan layanan transportasi publik yang lebih nyaman dan aman.
Baca juga : Ribuan Warga Dua Desa di Bogor Terancam Kehilangan Hak Atas Tanah Imbas Kasus BLBI
“Perubahan pasti ada yang pro dan kontra. Tapi ini bukan semata-mata keinginan pemerintah, melainkan amanat regulasi. Jadi, samakan dulu frekuensinya. Kalau tidak satu frekuensi, pembangunan Kota Bogor tidak akan tercapai,” pungkasnya.