Kejagung dan Pemprov Jabar Siapkan Pelaksanaan Pidana Kerja Sosial Sesuai KUHP Baru 2026

Jakarta, Denting.id – Kejaksaan Agung bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menandatangani nota kesepahaman untuk mempersiapkan pelaksanaan pidana kerja sosial sebagai bentuk sanksi alternatif dalam penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai berlaku pada 2026.

Penandatanganan nota kesepahaman ini dilakukan antara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Pemprov Jawa Barat, serta antara para kepala kejaksaan negeri dengan bupati dan wali kota se-Jawa Barat. Kegiatan berlangsung di Gedung Swantantra Wibawa Mukti, Kompleks Pemkot Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025).

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Asep Nana Mulyana, mengatakan bahwa pidana kerja sosial merupakan bentuk alternatif dari pidana badan (penjara) yang menitikberatkan pada pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan.

“Pidana kerja sosial merupakan model alternatif pemidanaan yang membina pelaku tindak pidana di luar penjara, tidak memiliki unsur paksaan, tidak ada komersialisasi, dan harus sesuai peraturan perundang-undangan,” ujar Asep kepada wartawan.

Asep menjelaskan, penerapan pidana kerja sosial membutuhkan sinergi antara aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Dalam hal ini, kejaksaan sebagai pelaksana putusan pengadilan akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menempatkan terpidana kerja sosial dalam program pembimbingan di fasilitas-fasilitas umum.

Hal ini sesuai dengan Pasal 65 huruf e KUHP 2023, yang mengamanatkan agar pelaksanaan pidana kerja sosial dilakukan di lingkungan publik milik pemerintah daerah.

Pidana kerja sosial sendiri merupakan pidana pokok dalam KUHP baru yang dapat dijatuhkan sebagai alternatif dari pidana penjara, khususnya untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun. Tujuannya adalah untuk menciptakan pembinaan yang lebih efektif dan humanis bagi pelaku pelanggaran hukum ringan.

Bentuk pelaksanaan pidana kerja sosial nantinya akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Sanksi dapat berupa membersihkan tempat ibadah atau fasilitas umum, memberikan layanan sosial di panti asuhan, atau membantu kegiatan kemasyarakatan lainnya.

Melalui kebijakan ini, kata Asep, pelaku tindak pidana diharapkan dapat menebus kesalahannya dengan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Baca juga: Kejagung Buka Peluang Sita Tambahan Aset Harvey Moeis untuk Tutupi Uang Pengganti Rp420 Miliar

“Karena pada hakikatnya, setiap manusia tidak dilahirkan untuk berbuat salah, namun selalu ada kesempatan untuk berbuat kebaikan dan perbaikan,” ujarnya.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *