Deepfake Kian Liar, Akademisi Warning: Demokrasi Bisa Runtuh Gara-Gara AI!

denting.id – Ancaman baru bagi demokrasi bukan lagi sekadar hoaks teks atau informasi menyesatkan. Kini, teknologi kecerdasan buatan (AI) yang kian canggih justru membuka pintu bagi manipulasi visual yang mampu menggoyang stabilitas sosial dalam hitungan detik. Peringatan keras itu disampaikan Rektor Universitas Buddhi Dharma (UBD), Limajatini.

Dalam keterangan resminya, Limajatini menegaskan bahwa penyalahgunaan AI terutama deepfake telah menjadi ancaman nyata bagi ruang digital Indonesia.

“Deepfake sudah mengaburkan batas antara fakta dan rekayasa. Jika dibiarkan, ini dapat menghancurkan kepercayaan publik dan mengancam tatanan demokrasi,” ujarnya dalam wawancara akademik bersama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara (Untar), Selasa.

Wawancara akademik itu merupakan bagian dari tugas mata kuliah Humaniora dengan tema “Analisa Penyalahgunaan AI dalam Memanipulasi Opini Publik di Media Sosial”. Kegiatan ini menyoroti bagaimana teknologi yang awalnya dirancang untuk mempermudah kehidupan justru berpotensi merusak integritas informasi.

Limajatini juga menekankan perlunya regulasi yang mampu mengikuti perkembangan teknologi. Menurutnya, literasi digital masyarakat harus ditingkatkan agar pengguna internet mampu mengenali manipulasi visual dan audio berbasis AI.

Mahasiswa Ungkap Kekhawatiran Serius

Winson, salah satu mahasiswa yang terlibat dalam wawancara, menilai ancaman AI kini jauh lebih kompleks.
“Tantangan bukan lagi hoaks biasa, tetapi krisis kepercayaan akibat konten deepfake yang sangat realistis. Ini bisa merusak reputasi seseorang dalam sekejap,” tuturnya.

Mahasiswa lainnya, Elsa, menegaskan bahwa penanganan risiko AI tak bisa hanya mengandalkan teknologi.
“Edukasi publik sangat penting. Masyarakat perlu dibekali kemampuan berpikir kritis agar tidak mudah terjebak konten manipulatif,” ujarnya.

Samuel menyoroti sisi lain yang tak kalah krusial: rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia.
“Sebagian besar pengguna media sosial masih kesulitan membedakan konten asli dan palsu. Inilah yang membuat penyalahgunaan AI sangat efektif membentuk opini publik,” jelasnya.

Sementara itu, Nadia menambahkan bahwa masalah juga muncul dari aspek regulasi.
“UU ITE belum mengatur deepfake secara spesifik. Masih banyak area abu-abu yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya.

Kegiatan akademik tersebut menjadi langkah penting bagi Untar dalam mempersiapkan mahasiswa memahami risiko perkembangan teknologi sekaligus mengasah kepekaan mereka terhadap dampak sosial penggunaan AI di masa depan.

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *