Denting.id – Jurang antara Real Madrid dan Barcelona kembali menyempit. Los Blancos kini hanya unggul satu poin setelah gagal meraih kemenangan dalam tiga laga beruntun. Dua hasil imbang terbaru kontra Rayo Vallecano dan Elche membuat tekanan terhadap skuad asuhan Xabi Alonso semakin berat, terlebih performa tim justru terlihat menurun di momen krusial.
Pada laga kontra Elche, Senin (24/11/2025) dini hari WIB, Madrid harus puas bermain imbang 2-2 dalam pertandingan penuh drama. Elche yang tampil agresif lebih dulu unggul lewat Aleix Febas, memanfaatkan kesalahan Trent Alexander-Arnold. Madrid kesulitan membalas sepanjang babak pertama dan tampil tanpa arah permainan.
Kebangkitan sempat terlihat ketika Din Hoijsen dan Jude Bellingham menyamakan kedudukan. Namun Alvaro Rodríguez kembali membawa Elche unggul, sebelum akhirnya Bellingham mencetak gol penyeimbang. Meski demikian, performa Madrid tetap jauh dari meyakinkan.
Eksperimen Alonso Berujung Petaka
Xabi Alonso mencoba langkah berani dengan memainkan formasi tiga bek, menempatkan Dani Ceballos dan Arda Guler sebagai double pivot, serta mengistirahatkan Vinícius Junior. Namun strategi itu justru membuka ruang bagi Elche untuk tampil dominan.
Pada babak pertama, Elche menguasai jalannya pertandingan dengan kombinasi pergerakan tanpa bola dan umpan presisi—menyerupai gaya Italia saat menjuarai Piala Dunia. Madrid terlihat rapuh, miskin kreativitas, dan hanya beruntung tidak kebobolan lebih dari satu gol.
Perubahan besar dilakukan Alonso di babak kedua dengan memasukkan Vinícius, Federico Valverde, dan Eduardo Camavinga. Serangan Madrid memang membaik, namun Elche tetap tampil lebih stabil dan elegan sepanjang laga.
Pertandingan pun berubah menjadi adu gaya: Elche tampil rapi dan atraktif, sementara Madrid mengandalkan fisik dan umpan silang dari Trent Alexander-Arnold.
Krisis Identitas dan Awal Ketegangan di Ruang Ganti
Hasil buruk ini kembali memicu gelombang kritik terhadap Xabi Alonso. Madrid terlihat kerap kesulitan menghadapi tim-tim dengan intensitas tinggi—masalah yang kini dianggap pola berulang.
Selepas laga, Alonso menyinggung kurangnya komitmen pemain saat kehilangan bola.
“Kami harus bermain dengan intensitas lebih,” tegasnya. Ia bahkan mengisyaratkan siap mengambil keputusan berat jika situasi tidak segera membaik.
Namun persoalan Madrid tidak hanya terjadi di atas lapangan. Ketegangan di ruang ganti disebut semakin terasa. Beberapa pemain senior dikabarkan tidak nyaman dengan perubahan besar yang dibawa Alonso sejak ia datang pada Juni lalu.
Menurut sumber internal, Alonso menemukan skuad yang empat tahun terbiasa dengan gaya Carlo Ancelotti—fleksibel, hangat, dan penuh kepercayaan pada para pemain. Sebaliknya, Alonso menekankan pressing ketat, transisi cepat, dan kerja keras tanpa kompromi. Semua pemain wajib turun membantu bertahan, tanpa terkecuali.
Perubahan itu tidak diterima dengan mudah. Sebagian pemain merasa kebebasan mereka berkurang, sementara gaya Alonso dinilai terlalu kaku dan mengekang kreativitas. Ada pula keluhan bahwa Alonso terlalu terlibat dalam sesi latihan, bahkan dianggap seperti “pemain tambahan”, berbeda dengan Ancelotti yang memberi ruang lebih kepada stafnya.
Karakter Alonso yang lebih dingin dan sulit didekati juga membuat beberapa pemain merasa atmosfer ruang ganti menegang.
Jelang Paruh Musim, Ancaman Nyata untuk Madrid
Dengan performa yang tak kunjung stabil dan tensi internal yang meningkat, posisi Madrid di puncak klasemen kini terancam. Barcelona terus memangkas jarak, sementara media Spanyol mulai mempertanyakan apakah pendekatan Alonso dapat bertahan di lingkungan penuh tekanan seperti Madrid.
Baca juga: Angel Di Maria Antar Rosario Central Juara Liga Argentina, AFA Ubah Format di Tengah Musim
Jika situasi tidak segera membaik, bukan hanya gelar yang akan melayang—harmoni ruang ganti pun dapat pecah di tengah jalan.

