Jakarta, Denting.id — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan Tahun 2025 dengan melibatkan aparat penegak hukum (APH) sebagai bagian dari upaya memperkuat strategi pemberantasan mafia tanah.
Salah satu narasumber utama dalam Rakor yang digelar di Jakarta pada Rabu (03/12/2025) adalah Plt. Wakil Jaksa Agung sekaligus Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Asep N. Mulyana.
“Kita berharap Rakor kali ini tidak hanya menyesuaikan masalah pertanahan, tetapi juga bagaimana mencegah agar pekerjaan-pekerjaan hari ini tidak menjadi masalah di kemudian hari,” ujar Asep dalam sambutannya.
Asep menekankan bahwa paradigma lama yang menganggap banyaknya orang ditahan sebagai tolok ukur keberhasilan sudah tidak relevan. Menurutnya, keberhasilan justru terletak pada kemampuan APH membangun sistem yang mampu mencegah munculnya perkara, bukan hanya menangani kasus yang telah terjadi. Pendekatan sistemik dinilai lebih efektif dan berorientasi pada dampak jangka panjang.
Di hadapan Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid serta pejabat tinggi madya dan pratama Kementerian ATR/BPN, Asep menyampaikan bahwa penyelesaian persoalan pertanahan bukan hanya tanggung jawab ATR/BPN, tetapi memerlukan kolaborasi lintas lembaga.
“Persoalan pertanahan bukan persoalan teman-teman di ATR/BPN saja. Kita harus berkolaborasi dari hulu hingga hilir agar dapat mencegah, mengantisipasi, dan menangani persoalan secara bersama-sama,” tegasnya.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, mengapresiasi peran aktif APH dalam memberantas mafia tanah. Ia menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak akan ragu menindak oknum internal yang terlibat dalam praktik tersebut.
“Terima kasih kepada seluruh APH. Semoga kolaborasi ini bisa terus berjalan. Bila ada oknum ATR/BPN yang terlibat dalam ekosistem mafia tanah, mohon sampaikan kepada kami. Kami tidak akan segan-segan menyerahkannya kepada Bapak/Ibu sekalian,” kata Nusron.
Ia mengingatkan bahwa dukungan informasi dan prosedur internal sering menjadi celah pertama yang dimanfaatkan mafia tanah. Karena itu, pengawasan dan koordinasi harus terus diperketat.
“Jangan sampai Bapak/Ibu capek mencari pelaku, ternyata pelakunya dibantu oleh orang dalam sendiri. Dan bantuan pertama biasanya adalah informasi. Kedua adalah bantuan dari masalah penunjukan hal-hal tata cara, terutama prosedur,” ujar Nusron.
Baca juga: Kasus Manipulasi Pajak 2016–2020, Kejagung Periksa Dirjen Perbendaharaan Astera Primanto Bhakti
Rakor ini diharapkan menjadi momentum memperkuat sinergi antara ATR/BPN dan aparat penegak hukum untuk menciptakan sistem pertanahan yang lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik mafia tanah.

