JAKARTA (Denting.id) – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebutkan akan memaafkan koruptor asal mengembalikan uang negara memicu kritik tajam. Salah satunya datang dari IM57+ Institute, yang menilai langkah ini lebih condong pada kepentingan segelintir elite dibandingkan dengan upaya pemberantasan korupsi secara menyeluruh.
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menegaskan bahwa pendekatan ini bisa dianggap sebagai bentuk justifikasi untuk meringankan hukuman atau bahkan memberikan pemaafan kepada koruptor dengan alasan pemulihan aset.
“Pertama, ini menjadi upaya untuk menjustifikasi peringanan hukuman koruptor dan bahkan pemaafan dengan dalih optimalisasi pemulihan aset hasil korupsi,” kata Lakso dalam keterangan resmi, Kamis (19/12/2024).
Baca juga ; Dunia Kencantikan Kontroversi, Dr. Richard Lee Minta Maaf
Lakso menjelaskan bahwa di tingkat global tidak ada regulasi yang memperbolehkan penghapusan pidana hanya dengan mengembalikan aset. Pemulihan aset dan penghukuman seharusnya berjalan beriringan. Ia juga menyoroti penggunaan mekanisme deferred prosecution agreement yang biasanya diterapkan pada kasus korporasi, bukan individu.
Kritik terhadap Pemaknaan UNCAC
Lakso juga mengingatkan pentingnya memahami Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi (UNCAC) secara utuh. Menurutnya, langkah pemerintah seharusnya tidak didasarkan pada interpretasi parsial UNCAC demi melayani kepentingan tertentu.
“Jangan mencampuradukkan pemaknaan parsial UNCAC dengan inisiatif dan kepentingan segelintir elite untuk menggolkan visi meringankan, bahkan menihilkan hukuman bagi koruptor,” ucap Lakso.
Baca juga : Komisi III DPR Tidak Hanya Tangani Kasus Viral, Tegas Ketua Fraksi Golkar
Ia bahkan menantang pemerintah untuk menerapkan Pasal 20 UNCAC, yang mendorong penyitaan harta kekayaan yang diperoleh secara ilegal (illicit enrichment).
Penjelasan Yusril Ihza Mahendra
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra menyampaikan bahwa pernyataan Presiden Prabowo terkait pemberian maaf kepada koruptor merupakan bagian dari strategi pemberantasan korupsi dengan fokus pada pemulihan kerugian negara.
Menurut Yusril, langkah ini sesuai dengan UNCAC yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Ia menyebutkan, filosofi ini sejalan dengan perubahan pendekatan penghukuman yang menekankan keadilan restoratif dan rehabilitatif dalam KUHP Nasional yang akan berlaku pada 2026.
Baca juga : Gunakan NIK KTP untuk Cek dan Cairkan Bantuan Sosial Desember 2024
“Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat,” kata Yusril.
Meski demikian, kritik terhadap wacana ini terus bermunculan, terutama terkait potensi melemahkan efek jera terhadap pelaku korupsi. Lakso menekankan bahwa hukuman terhadap pelaku tetap menjadi elemen penting dalam penegakan hukum yang adil.