Jakarta, Denting.id — Polemik rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terus menjadi perdebatan di ranah politik. Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto, menyebut usulan tersebut berasal dari PDI Perjuangan (PDIP) melalui Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 2021.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah keputusan UU HPP 2021, yang pada 2022 naik menjadi 11 persen dan direncanakan 12 persen pada 2025. UU ini diinisiasi oleh PDIP,” ujarnya dalam keterangannya, Minggu (22/12).
Baca juga : DKM Annur Bogor Gelar Khitanan Massal, Peserta Capai 300 Orang
Wihadi mengkritik sikap PDIP yang kini meminta penundaan rencana kenaikan PPN. Ia menegaskan bahwa pembahasan kenaikan PPN dalam UU HPP dahulu dipimpin oleh PDIP.
“Kalau sekarang PDIP meminta ditunda, ini seolah menyudutkan pemerintah Presiden Prabowo,” ujarnya.
Baca juga : Biaya Layanan QRIS Akan Terkena PPN 12 Persen Mulai 2025
Wihadi menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mencermati dampak kebijakan ini terhadap masyarakat menengah ke bawah. Salah satu langkah yang diambil adalah mengarahkan kenaikan PPN lebih kepada barang-barang mewah.
“Pak Prabowo ingin daya beli masyarakat menengah ke bawah tetap terjaga. Ini adalah langkah bijaksana untuk menghindari gejolak ekonomi,” katanya.
Baca juga : Swargiloka Waterland, Spot Wisata Air Bogor dengan HTM Rp10 Ribu, Kental Nuansa Alam
Wihadi juga meminta agar tidak ada pihak yang menggiring opini bahwa kenaikan PPN 12 persen adalah kebijakan pemerintahan Prabowo.
Di sisi lain, sejumlah tokoh PDIP justru meminta Presiden Prabowo menunda rencana kenaikan PPN. Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, dalam rapat paripurna pada 5 Desember lalu mengusulkan agar kebijakan ini ditinjau ulang.
“Saya merekomendasikan Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen,” ujar Rieke.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga mengingatkan risiko penerapan PPN 12 persen. Menurutnya, kenaikan ini berpotensi menekan daya beli masyarakat dan melemahkan sektor usaha, terutama UMKM, manufaktur, dan padat karya.
“Daya beli yang melemah bisa memperlambat roda ekonomi dan berisiko memicu gelombang PHK di masa mendatang,” kata Puan dalam keterangannya pada Kamis (19/12).
Baca juga : Marc Guiu, Bocah Ajaib Spanyol, Catatkan Hattrick Kemenangan Chelsea vs Shamrock Rovers
Gerindra: Sikap PDIP Tidak Konsisten
Wakil Ketua Komisi VII DPR sekaligus Waketum Gerindra, Rahayu Saraswati, mengaku heran dengan perubahan sikap PDIP. Menurutnya, PDIP yang dulu memimpin pembahasan UU HPP kini justru menentang kebijakan yang mereka buat.
“PDIP saat itu ketua panja UU HPP. Kalau menolak, kenapa tidak dari awal? Ini hanya membuat opini seolah-olah kebijakan ini murni keputusan pemerintah Prabowo,” ujar Saraswati.
Baca juga : Menjelang Natal dan Tahun Baru, BPBD Bogor Peringatkan Cuaca Ekstrem hingga Akhir Desember
Kenaikan PPN, Amanat UU HPP 2021
Kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. UU ini mengatur kenaikan bertahap, dari 10 persen pada 2021 menjadi 11 persen pada 2022, dan 12 persen pada 2025.
Meski demikian, kebijakan ini masih menuai pro dan kontra di berbagai kalangan, terutama terkait dampaknya terhadap perekonomian masyarakat.