Kejagung Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Suap Vonis Lepas Korupsi CPO, Pejabat Wilmar Group Terlibat

JAKARTA, Denting.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus suap pemberian vonis lepas (onslag) dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO). Tersangka terbaru adalah Muhammad Syafei (MSY), yang menjabat sebagai Head and Social Security Legal di Wilmar Group.

Penetapan ini diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, pada Selasa (15/4/2025).

“Sehingga malam ini, menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY, di mana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” ungkap Qohar.

Muhammad Syafei dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni Pasal 6 Ayat 1 huruf a, jo Pasal 5 Ayat 1, jo Pasal 13, jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021, serta jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

“Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini di Rutan Salemba Cabang Kejagung RI,” jelasnya.

Dengan penetapan MSY, total tersangka dalam kasus ini kini mencapai delapan orang. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka lainnya, di antaranya Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG), panitera muda PN Jakarta Utara, serta dua advokat berinisial MS dan AR.

Tiga hakim yang menyidangkan perkara ini—Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin—juga ikut ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus ini bermula saat Ariyanto Bakri, pengacara dari pihak korporasi tersangka kasus korupsi minyak goreng, menghubungi Wahyu Gunawan untuk mengatur vonis onslag. Dalam komunikasi tersebut, disebutkan bahwa permintaan vonis lepas akan dibayar sebesar Rp20 miliar.

Namun, Wahyu Gunawan yang kemudian berkonsultasi dengan Arif Nuryanta, menerima syarat agar jumlah uang tersebut dilipatgandakan menjadi Rp60 miliar. Permintaan itu disetujui dan uang diberikan secara bertahap, termasuk pemberian 50.000 USD kepada Wahyu sebagai jasa penghubung.

Uang tersebut kemudian turut mengalir kepada tiga hakim yang menangani perkara, yang akhirnya memutuskan perkara korupsi CPO tersebut dengan vonis onslag setelah menerima uang senilai Rp22,5 miliar.

Baca juga : Diperiksa KPK, Febri Diansyah Jelaskan Alasan Bela Hasto Kristiyanto

Kejagung menegaskan akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lainnya.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *