Jakarta, Denting.id – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto menegaskan bahwa lembaganya tidak ingin terburu-buru dalam menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi kuota haji tambahan di Kementerian Agama (Kemenag). Menurutnya, ketepatan dan kehati-hatian jauh lebih penting daripada kecepatan.
Setyo menjelaskan bahwa proses penetapan tersangka di KPK bergantung pada kelengkapan berkas dan pemenuhan unsur hukum yang sedang diteliti oleh tim penyidik. Ia menolak anggapan bahwa KPK lambat dalam menangani perkara ini.
“Karena kalau misalkan kita bercepat tapi kemudian masih ada yang kurang, ya nanti khawatirnya kan malah proses penyidikannya akan sedikit banyak membuat tambahan pekerjaan buat para penyelidik,” ujar Setyo kepada wartawan, Kamis (4/12/2025).
Ia menambahkan, pimpinan KPK telah memberikan instruksi agar seluruh dugaan tindak pidana dalam kasus ini ditelusuri secara mendetail. Penyidik dan jaksa KPK juga diminta memperkuat koordinasi sejak awal untuk memastikan tidak ada hambatan ketika perkara memasuki tahap penuntutan.
“Jadi sejak awal mereka sudah berkoordinasi untuk bisa memastikan jalannya proses penyidikan ini mulus sampai nanti pada tahap penuntutan,” ucapnya.
Atas dasar itu, Setyo menilai tidak ada urgensi untuk segera menetapkan tersangka jika penyidikan belum benar-benar rampung. KPK baru akan mengumumkan tersangka setelah seluruh bukti, berkas, dan data pendukung lengkap.
Diketahui, KPK sebelumnya mengungkap adanya dugaan praktik lobi yang dilakukan asosiasi perusahaan travel kepada Kemenag untuk memperoleh kuota haji khusus tambahan. Lebih dari 100 travel haji dan umrah disebut terindikasi terlibat dalam praktik tersebut, meski identitasnya belum dirinci.
Jumlah kuota yang diterima tiap travel bervariasi, mengikuti skala usaha masing-masing. Dari hasil kalkulasi awal, kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Meski belum menetapkan tersangka, KPK memastikan perkara ini telah naik ke tahap penyidikan. Penanganan kasus mengacu pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

