Jakarta, DENTING.ID— Dua dekade telah berlalu sejak gempa berkekuatan magnitudo 9,1 mengguncang lepas pantai barat Sumatra pada 26 Desember 2004, memicu tsunami dahsyat yang melanda Aceh dan berbagai wilayah lainnya, termasuk Penang, Malaysia. Tragedi ini menjadi salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah modern, menewaskan lebih dari 230.000 orang di 14 negara.
Namun, di balik kisah pilu tsunami, ada secercah harapan dan mukjizat yang terus dikenang hingga kini. Salah satunya adalah kisah “Bayi Ajaib Tsunami,” S. Thulaashi, seorang bayi berusia 22 hari yang selamat setelah tersapu ombak di Pantai Miami, Tanjung Bungah, Penang, Malaysia.
Kisah Mukjizat Thulaashi
Thulaashi adalah putri bungsu pasangan A. Suppiah (75) dan L. Annalamary (62), yang saat itu mengelola sebuah kafe di tepi pantai. Ketika ombak pertama tsunami menghantam Penang dengan kecepatan hingga 800 km per jam, Thulaashi yang sedang tidur di kamarnya tersapu ombak hingga ke laut.
Polisi Gagalkan Pemberangkatan 8 TKW Tujuan Qatar Dari Bogor
Annalamary menceritakan bahwa dirinya sempat berusaha menyelamatkan Thulaashi, namun gelombang besar membuatnya terpisah dari bayinya. “Saya dan suami mencari bayi kami selama 40 menit setelah tsunami melanda, tetapi tidak menemukannya,” ungkap Annalamary, dikutip dari kantor berita Bernama.
Keajaiban terjadi ketika seorang pekerja konstruksi asal Indonesia mendatangi mereka dan mengabarkan bahwa bayi mereka ditemukan dalam kondisi selamat. Kasur bayi Thulaashi kecil yang terapung di laut tampaknya telah menyelamatkannya, hingga gelombang kedua “mengembalikannya” ke pantai.
Selain Thulaashi, kakaknya, S. Kanchana, juga sempat tersapu arus tsunami. Beruntung, Kanchana berhasil berpegangan pada pohon pisang yang berada sekitar 10 meter dari kafe.
Refleksi 20 Tahun Kemudian
Thulaashi, kini berusia 24 tahun, mengaku tidak mengingat apa pun dari peristiwa tersebut. Namun, ia mengetahui kisahnya dari ayahnya ketika berusia sekitar lima tahun. Sejak saat itu, ia selalu bersyukur atas keajaiban yang menyelamatkannya.
“Saya selalu berdoa untuk mereka yang kehilangan nyawanya dalam bencana itu. Saya juga berkomitmen untuk melakukan upacara doa tahunan sepanjang hidup saya,” kata Thulaashi, dikutip dari The Borneo Post.
Ayahnya, A. Suppiah, menyebut pengalaman itu sebagai mukjizat yang tidak akan pernah ia lupakan. “Kami hampir kehilangan dua anak kami. Tetapi berkat rahmat Tuhan, mereka dikembalikan kepada kami dengan selamat,” ungkapnya.
Viral Video Balita Hanyut Di Selokan Surabaya, Pencarian Masih Berlanjut
Memori Tsunami Aceh di Hati Dunia
Tragedi tsunami Aceh tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia tetapi juga menyatukan dunia dalam solidaritas kemanusiaan. Berbagai negara turut membantu proses pemulihan dan pembangunan kembali wilayah yang hancur.
Hari ini, peringatan 20 tahun tsunami Aceh menjadi momen untuk mengenang para korban, menghargai para penyintas, dan merenungkan kekuatan harapan di tengah bencana. Mukjizat Thulaashi menjadi pengingat bahwa di tengah kegelapan, selalu ada cahaya yang memberikan harapan baru.