Jakarta, Denting.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga orang saksi dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang terjadi sepanjang 2019 hingga 2023.
Pemeriksaan dilakukan di Polrestabes Surabaya pada Kamis, 19 Juni 2025. Ketiga saksi yang diperiksa yakni Jason Immanuel Gabriel selaku Direktur Utama PT Maju Mapan Melayani, Aprilia Hidayah selaku staf administrasi perusahaan tersebut, serta Jessica Karina Gunawan, seorang wiraswasta.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan ini untuk mendalami alur pemberian uang dalam proses percepatan izin RPTKA. “Kedua saksi didalami terkait dengan tarif yang diminta oleh para tersangka agar izin RPTKA dapat dipercepat,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 20 Juni 2025.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka berinisial SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE. Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, menyebut total uang yang dikumpulkan para tersangka dari hasil pemerasan ini mencapai sekitar Rp 53 miliar.
Modus operandi para tersangka dilakukan melalui manipulasi proses verifikasi dokumen TKA yang mengajukan izin bekerja di Indonesia. Padahal, sesuai prosedur, verifikasi kelengkapan administrasi TKA dilakukan secara online dan hasilnya harus disampaikan dalam lima hari.
Namun dalam praktiknya, hasil verifikasi itu justru disampaikan secara pribadi melalui pesan WhatsApp kepada para agen atau pengurus, bukan melalui sistem resmi. Agen yang membayar uang pelicin akan segera diberi informasi mengenai dokumen yang perlu dilengkapi, sedangkan yang tidak membayar dibiarkan tanpa kejelasan.
“Contohnya ketika syarat administrasi tidak lengkap, bagi para agen yang mengurus TKA ini telah menyerahkan sejumlah uang,” jelas Budi.
Pola pemerasan ini melibatkan petugas dari level staf hingga pejabat tinggi termasuk pejabat setingkat direktur jenderal di Kemenaker. Mereka mematok tarif tertentu agar izin RPTKA segera diterbitkan.
Lebih jauh, Budi menjelaskan bahwa keterlambatan penerbitan izin RPTKA dapat menyebabkan TKA dikenakan denda harian yang besar. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh para oknum untuk menekan agen dan pemohon agar bersedia membayar sejumlah uang demi menghindari kerugian lebih besar akibat denda.
Baca juga : KPK Panggil Sejumlah Nama Besar Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia
KPK menegaskan akan terus mengembangkan penyidikan kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka baru seiring pengumpulan alat bukti.