Bogor, Denting.id – Memasuki awal tahun 2025, layanan bus kota Biskita Trans Pakuan yang melayani Kota Bogor resmi dihentikan untuk sementara waktu. Penghentian ini dijadwalkan berlangsung selama 25 hari, terhitung sejak Januari 2025, untuk melakukan evaluasi terhadap operasional layanan tersebut.
Baca juga : Polisi Ungkap Penjualan Tramadol Ilegal di Tanah Abang, Dua Tersangka Ditangkap
Namun, keputusan penghentian ini justru menuai kritik tajam dari masyarakat yang bergantung pada layanan Biskita untuk mobilitas sehari-hari. Banyak warga yang merasa kesulitan dengan tidak adanya transportasi publik alternatif yang memadai selama masa libur layanan Biskita.
Penghentian layanan Biskita Trans Pakuan ini disebabkan oleh perubahan struktural yang terjadi di Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Sebelumnya, Biskita dikelola oleh Badan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek (BPTJ), namun kini lembaga tersebut dilebur dan pengelolaan layanan dialihkan ke Direktorat Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda.
Djoko Setiowarno, Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), mengkritik minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap transportasi umum di Kota Bogor. Menurutnya, dengan APBD Kota Bogor yang cukup besar, seharusnya kota ini dapat lebih serius dalam mengelola layanan transportasi publik.
“Bogor itu harusnya malu sama Kota Palu yang sudah punya bus Trans Palu. APBD Bogor itu lebih dari cukup, sementara APBD Palu hanya Rp1,8 triliun. Kenapa Bogor tidak berani seperti Tangerang yang sudah punya bus Tayo?” ujar Djoko dalam acara Darurat Keselamatan Transportasi yang diadakan oleh MTI, Kamis (23/1/2025).
Djoko juga menyoroti peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor yang menurutnya kurang memberikan dukungan terhadap pengembangan transportasi umum. “DPRD harus kompak. Jika ingin Bogor maju, mereka harusnya mendukung penuh langkah Walikota. Jangan hanya diam,” katanya.
Baca juga : Mahasiswa UPI Tewas Setelah Lompat dari Parkiran Mal di Bandung
Sementara itu, Agus Pembagio, Dewan Penasehat MTI dan pengamat kebijakan publik, juga menyayangkan sikap Kementerian Perhubungan terkait permasalahan ini. “Masak kita harus belajar bicara dulu. Salah itu tidak apa-apa, tapi kalau salah terus, itu yang harus dihindari,” ucap Agus.
Kritik ini semakin menguatkan desakan agar pemerintah daerah dan pusat lebih serius dalam menyikapi kebutuhan transportasi publik yang menjadi prioritas bagi masyarakat Bogor.